PEMERIKSAAN


Mutu Pelayanan Kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak ( Roemer dalam Amirudin, 2007). Mutu merupakan kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Saifudin, 2006).

Dimensi mutu pelayanan kebidanan adalah :

1. Kompetensi Teknis (Technical competence)
2. Akses terhadap pelayanan (Access to service)
3. Efektivitas (Effectiveness)
4. Efisiensi (Efficiency)
5. Kontinuitas (Continuity)
6. Keamanan (Safety)
7. Hubungan antar manusia (Interpersonal relations)
8. Kenyamanan (Amenities

Mutu pelayanan kebidanan dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian. Dalam praktiknya melakukan penilaian tidaklah mudah, karena mutu dalam pelayanan kebidanan bersifat multidimensional. Artinya setiap orang dapat berbeda persepsi penilaiannya tergantung dari dimensi penilaian yang dipakai.

Robert dan Prevost (dalam Saifudin, 2006) menyatakan perbedaan dimensi penilaian yaitu :

1. Bagi pemakai jasa pelayanan, mutu terkait dengan dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan klien, kelancaran komunikasi, keprihatinan dan keramahtamahan petugas terhadap klien
2. Bagi penyelengara pelayanan, mutu terkait dengan dimensi kesesuaian pelayanan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta otonomi profesi sesuai dengan kebutuhan klien
3. Bagi penyandang dana, nutu terkait dengan dimensi efisiensi pemakaian dana, kewajaran pembiayaan dan kemampuan menekan beban biaya.

Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi ini disepakati bahwa penilaian mutu berpedoman pada hakekat dasar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan (health needs and demannds) klien pengguna pelayanan yang apabila berhasil akan menghasilkan kepuasan (client satisfaction) terhadap pelayanan kebidanan yang diselenggarakan. Maka mutu pelayanan kebidanan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan rasa puas pada klien. Makin sempurna kepuasan, maka semakin sempurna pelayanan yang dilakukan.

Berkaitan dengan kepuasan, terdapat masalah pokok yang ditemukan yaitu kepuasan bersifat subjektif. Tiap orang memiliki tingkat kepuasan yang berbeda. Sekalipun pelayanan kebidanan telah memuasakan klien, tetapi masih banyak ditemukan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar profesi dan kode etik. Untuk mengatasi masalah ini dilakukan pembatasan, yaitu:

1. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien

Pengukuran kepuasan dilakukan tidak secara individual, tetapi yang dipakai adalah kepuasan rata-rata. Pelayanan kebidanan bermutu apabila dapat memuaskan rata-rata klien

2. Pembatasan pada upaya yang dilakukan

Pelayanan kebidanan yang menimbulkan kepuasan harus memenuhi kode etik dan standar pelayanan kebidanan.

Mutu pelayanan kebidanan merujuk pada tingkat kesempurnaan yang dapat memuaskan dengan tingkat rata-rata klien serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar profesi kebidanan.

Menurut Amiruddun (2007) dalam pelakukan penilaian mutu ada tiga pendekatan penilaian mutu, yaitu :

1. Struktur

a. Struktur meliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia lainnya di fasilitas kesehatan.

b. Struktur = input

c. Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari :

ü Jumlah, besarnya input

ü Mutu struktur atau mutu input

ü Besarnya anggaran atau biaya

ü Kewajaran

2. Proses

a. Proses merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan klien

b. Proses mencakup diagnosa, rencana pengobatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus.

c. Baik tidaknya proses dapat diukur dari :

ü Relevan tidaknya proses itu bagi klien

ü Fleksibilitas dan efektifitas

ü Mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya

ü Kewajaran, tidak kurang dan tidak berlebihan

3. Outcomes

a. Outcome adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional terhadap klien

b. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif.

c. Outcome jangka pendek adalah hasil dari segala suatu tindakan tertentu atau prosedur tertentu.

d. Outcome jangka panjang adalah status kesehatan dan kemampuan fungsional klien

A. Siklus PDCA

Konsep siklus PDCA pertama kali diperkenalkan oleh Walter Shewhart pada tahun 1930 yang disebut dengan “Shewhart cycle“. PDCA, singkatan bahasa Inggris dari "Plan, Do, Check, Act" ("Rencanakan, Kerjakan, Cek, Tindak lanjuti"), adalah suatu proses pemecahan masalah empat langkah interatif yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas. Selanjutnya konsep ini dikembangkan oleh Dr. Walter Edwards Deming yang kemudian dikenal dengan ” The Deming Wheel”(Tjitro, 2009)

Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards Deming, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas modern sehingga sering juga disebut dengan siklus Deming. Deming sendiri selalu merujuk metode ini sebagai siklus Shewhart, dari nama Walter A. Shewhart, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas statistis. Siklus PDCA berguna sebagai pola kerja dalam perbaikan suatu proses atau system sehingga mutu pelayanan kesehatan.

PDCA merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri dari perencanaan kerja, pelaksanaan kerja, pengawasan kerja dan perbaikan kerja yang dilakukan terus menerus dan berkesinambungan mutu pelayanan. Siklus PDCA digunakan dalam pelayanan kesehatan untuk penyelesaian masalah dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Secara sederhana siklus PDCA dapat digambarkan sebagai berikut :

Siklus PDCA terdiri dari empat tahapan, yaitu:

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar